Perusahaan juga menerbitkan buku dan majalah, dan menjadi pemain utama dalam industri media Indonesia.
Dan sekarang di 2023, Gunung Agung mengumumkan akan menutup semua tokonya. Penutupan Gunung Agung menandai berakhirnya era industri buku Indonesia.
Biografi Tjio Wie Tay:
Tjio Wie Tay (8 September 1927 – 24 September 1990), juga dikenal sebagai Masagung, adalah seorang pengusaha dan penerbit Indonesia. Dia adalah pendiri Gunung Agung, salah satu rantai toko buku terbesar di Indonesia.
Tjio Wie Tay atau Masagung (Internet) |
Tjio Wie Tay lahir di Jakarta, Indonesia, pada tanggal 8 September 1927. Ia merupakan anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Tjio Koan An dan Tjoa Poppi Nio. Ayahnya adalah seorang insinyur listrik dan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga.
Tjio Wie Tay bersekolah di sekolah dasar di Jakarta dan kemudian melanjutkan sekolah di Algemene Middelbare School (AMS), sebuah sekolah menengah berbahasa Belanda. Setelah lulus dari AMS, ia bekerja sebagai juru tulis di sebuah perusahaan dagang Belanda.
Pada tahun 1948, Tjio Wie Tay mendirikan toko buku kecil di Jakarta dengan dua rekanan. Toko buku itu bernama Thay San Kongsie dan menjual buku, alat tulis, dan rokok. Bisnisnya sukses dan Tjio Wie Tay segera membuka toko lain di Bandung.
Pada tahun 1953, Tjio Wie Tay mengubah namanya menjadi Gunung Agung. Nama Gunung Agung mengacu pada Gunung Agung, gunung berapi di pulau Bali. Gunung Agung menjadi salah satu rantai toko buku terbesar di Indonesia dan juga menerbitkan buku dan majalah.
Tjio Wie Tay adalah seorang pengusaha sukses dan juga seorang dermawan. Dia menyumbangkan uang untuk membangun sekolah dan rumah sakit dan dia juga mendirikan yayasan untuk membantu anak-anak miskin.
Tjio Wie Tay meninggal pada 24 September 1990 pada usia 63 tahun. Ia meninggalkan seorang istri, Hian Nio, dan tiga orang anak.
Tjio Wie Tay adalah perintis dalam industri buku Indonesia dan dia membantu membuat buku lebih mudah diakses oleh masyarakat Indonesia. Ia juga seorang dermawan dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi masyarakat Indonesia.
Tonggak Sejarah Gunung Agung dan Akhir Perjalanan Toko Buku Gunung Agung di 2023
- 1953: Gunung Agung didirikan oleh Tjio Wie Tay.
- 1960-an: Gunung Agung berekspansi ke kota-kota besar lainnya di Indonesia.
- 1970-an: Gunung Agung menjadi jaringan toko buku terbesar di Indonesia.
- 1980-an: Gunung Agung menerbitkan buku dan majalah.
- 1990-an: Gunung Agung menghadapi persaingan yang semakin ketat dari rantai toko buku lain dan dari pengecer online.
- 2000-an: Gunung Agung mencoba menghidupkan kembali bisnisnya dengan membuka toko baru dan memperluas kehadirannya secara online.
- 2023: Gunung Agung mengumumkan akan menutup semua tokonya.
Faktor Penyebab Jatuhnya Jaringan Gunung Agung
- Persaingan dari rantai toko buku lain dan pengecer online. Pada 1990-an, Gunung Agung menghadapi persaingan yang semakin ketat dari rantai toko buku lainnya, seperti Gramedia dan Kinokuniya. Rantai ini mampu menawarkan lebih banyak pilihan buku dan majalah, serta harga yang lebih kompetitif. Gunung Agung juga menghadapi persaingan dari pengecer online, seperti Amazon dan Book Depository. Pengecer ini dapat menawarkan buku dengan harga lebih murah, dan mereka dapat mengirimkan buku ke rumah pelanggan dengan cepat dan mudah.
- Kegagalan untuk beradaptasi dengan perubahan industri penerbitan. Pada 1990-an, industri penerbitan berubah dengan cepat. Terjadi pergeseran ke arah penerbitan digital, dan terjadi peningkatan jumlah buku yang diterbitkan sendiri. Gunung Agung lambat beradaptasi dengan perubahan tersebut, dan hal ini menyebabkan penurunan penjualannya.
- Masalah keuangan. Gunung Agung juga menghadapi masalah keuangan pada 1990-an. Perusahaan sedang berjuang untuk membayar utangnya, dan tidak dapat berinvestasi di toko baru atau teknologi baru. Hal ini membuat perusahaan sulit untuk bersaing dengan para pesaingnya.
- Perselisihan keluarga. Pada tahun 2000-an, Gunung Agung juga menghadapi perselisihan keluarga. Perusahaan itu dimiliki oleh keluarga Tjio, dan ada ketidaksepakatan antara anggota keluarga yang berbeda mengenai masa depan perusahaan. Hal ini menyebabkan kurangnya arahan dan penurunan semangat di antara karyawan.
Apa pelajaran yang bisa dipetik?
- Pentingnya beradaptasi dengan perubahan. Industri penerbitan terus berubah, dan bisnis harus mampu beradaptasi dengan perubahan ini untuk bertahan hidup. Gunung Agung lambat beradaptasi dengan peralihan ke penerbitan digital, dan ini menyebabkan kejatuhannya.
- Pentingnya stabilitas keuangan. Bisnis harus stabil secara finansial untuk bertahan hidup. Gunung Agung sedang berjuang untuk membayar utangnya, dan ini membuat perusahaan sulit bersaing dengan para pesaingnya.
- Pentingnya keharmonisan keluarga. Perselisihan keluarga dapat merusak bisnis. Gunung Agung dimiliki oleh keluarga Tjio, dan ada ketidaksepakatan antara anggota keluarga yang berbeda mengenai masa depan perusahaan. Hal ini menyebabkan kurangnya arahan dan penurunan semangat di antara karyawan.
No comments: