Tonggak Sejarah dan Akhir Perjalanan Toko Buku Gunung Agung di 2023

Sejarah dan Akhir Perjalanan Toko Buku Gunung Agung di 2023 ---- Gunung Agung merupakan jaringan toko buku di Indonesia. Didirikan pada tahun 1953 oleh Tjio Wie Tay, seorang pengusaha Tionghoa-Indonesia. 

Toko Gunung Agung yang pertama dibuka di Jakarta, dan perusahaan ini dengan cepat berkembang ke kota-kota besar lainnya di Indonesia. Gunung Agung menjadi jaringan toko buku terbesar di Indonesia pada tahun 1970-an dan 1980-an. 
Perusahaan juga menerbitkan buku dan majalah, dan menjadi pemain utama dalam industri media Indonesia. 
Pada 1990-an, Gunung Agung menghadapi persaingan yang semakin ketat dari rantai toko buku lain dan dari pengecer online. Perusahaan juga berjuang untuk beradaptasi dengan perubahan industri penerbitan. Akibatnya, Gunung Agung mulai kehilangan pangsa pasar.

Pada tahun 2000-an, Gunung Agung berusaha menghidupkan kembali bisnisnya dengan membuka toko baru dan memperluas kehadirannya secara online. Namun, perusahaan tidak dapat membalikkan penurunannya. 
Dan sekarang di 2023, Gunung Agung mengumumkan akan menutup semua tokonya. Penutupan Gunung Agung menandai berakhirnya era industri buku Indonesia. 

Biografi Tjio Wie Tay:

Tjio Wie Tay (8 September 1927 – 24 September 1990), juga dikenal sebagai Masagung, adalah seorang pengusaha dan penerbit Indonesia. Dia adalah pendiri Gunung Agung, salah satu rantai toko buku terbesar di Indonesia.

Tjio Wie Tay
Tjio Wie Tay atau Masagung (Internet)

Tjio Wie Tay lahir di Jakarta, Indonesia, pada tanggal 8 September 1927. Ia merupakan anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Tjio Koan An dan Tjoa Poppi Nio. Ayahnya adalah seorang insinyur listrik dan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga.

Tjio Wie Tay bersekolah di sekolah dasar di Jakarta dan kemudian melanjutkan sekolah di Algemene Middelbare School (AMS), sebuah sekolah menengah berbahasa Belanda. Setelah lulus dari AMS, ia bekerja sebagai juru tulis di sebuah perusahaan dagang Belanda.

Pada tahun 1948, Tjio Wie Tay mendirikan toko buku kecil di Jakarta dengan dua rekanan. Toko buku itu bernama Thay San Kongsie dan menjual buku, alat tulis, dan rokok. Bisnisnya sukses dan Tjio Wie Tay segera membuka toko lain di Bandung.

Pada tahun 1953, Tjio Wie Tay mengubah namanya menjadi Gunung Agung. Nama Gunung Agung mengacu pada Gunung Agung, gunung berapi di pulau Bali. Gunung Agung menjadi salah satu rantai toko buku terbesar di Indonesia dan juga menerbitkan buku dan majalah.

Tjio Wie Tay adalah seorang pengusaha sukses dan juga seorang dermawan. Dia menyumbangkan uang untuk membangun sekolah dan rumah sakit dan dia juga mendirikan yayasan untuk membantu anak-anak miskin.

Tjio Wie Tay meninggal pada 24 September 1990 pada usia 63 tahun. Ia meninggalkan seorang istri, Hian Nio, dan tiga orang anak.

Tjio Wie Tay adalah perintis dalam industri buku Indonesia dan dia membantu membuat buku lebih mudah diakses oleh masyarakat Indonesia. Ia juga seorang dermawan dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi masyarakat Indonesia.

 

Tonggak Sejarah Gunung Agung dan Akhir Perjalanan Toko Buku Gunung Agung di 2023

Foto Jaman Dulu Toko Buku Gunung Agung di Jalan Sahari circa 1954
Foto Jaman Dulu Toko Buku Gunung Agung di Jalan Sahari circa 1954

Gunung Agung terbilang pemain utama dalam industri perbukuan selama lebih dari 50 tahun, dan membantu membentuk pasar buku Indonesia. Penutupan Gunung Agung merupakan 'tamparan' bagi industri buku Indonesia - sebuah kerugian besar bagi dunia industri percetakan dan buku.

Berikut beberapa Tonggak Sejarah Gunung Agung:
  • 1953: Gunung Agung didirikan oleh Tjio Wie Tay.
  • 1960-an: Gunung Agung berekspansi ke kota-kota besar lainnya di Indonesia.
  • 1970-an: Gunung Agung menjadi jaringan toko buku terbesar di Indonesia.
  • 1980-an: Gunung Agung menerbitkan buku dan majalah.
  • 1990-an: Gunung Agung menghadapi persaingan yang semakin ketat dari rantai toko buku lain dan dari pengecer online.
  • 2000-an: Gunung Agung mencoba menghidupkan kembali bisnisnya dengan membuka toko baru dan memperluas kehadirannya secara online.
  • 2023: Gunung Agung mengumumkan akan menutup semua tokonya.

Faktor Penyebab Jatuhnya Jaringan Gunung Agung

Ada beberapa faktor yang menyebabkan jatuhnya jaringan toko buku Gunung Agung.
  1. Persaingan dari rantai toko buku lain dan pengecer online. Pada 1990-an, Gunung Agung menghadapi persaingan yang semakin ketat dari rantai toko buku lainnya, seperti Gramedia dan Kinokuniya. Rantai ini mampu menawarkan lebih banyak pilihan buku dan majalah, serta harga yang lebih kompetitif. Gunung Agung juga menghadapi persaingan dari pengecer online, seperti Amazon dan Book Depository. Pengecer ini dapat menawarkan buku dengan harga lebih murah, dan mereka dapat mengirimkan buku ke rumah pelanggan dengan cepat dan mudah.

  2. Kegagalan untuk beradaptasi dengan perubahan industri penerbitan. Pada 1990-an, industri penerbitan berubah dengan cepat. Terjadi pergeseran ke arah penerbitan digital, dan terjadi peningkatan jumlah buku yang diterbitkan sendiri. Gunung Agung lambat beradaptasi dengan perubahan tersebut, dan hal ini menyebabkan penurunan penjualannya.

  3. Masalah keuangan. Gunung Agung juga menghadapi masalah keuangan pada 1990-an. Perusahaan sedang berjuang untuk membayar utangnya, dan tidak dapat berinvestasi di toko baru atau teknologi baru. Hal ini membuat perusahaan sulit untuk bersaing dengan para pesaingnya.

  4. Perselisihan keluarga. Pada tahun 2000-an, Gunung Agung juga menghadapi perselisihan keluarga. Perusahaan itu dimiliki oleh keluarga Tjio, dan ada ketidaksepakatan antara anggota keluarga yang berbeda mengenai masa depan perusahaan. Hal ini menyebabkan kurangnya arahan dan penurunan semangat di antara karyawan.

Semua faktor ini berkontribusi pada jatuhnya rantai toko buku Gunung Agung. Perusahaan tidak mampu bersaing dengan para pesaingnya, berjuang secara finansial, dan menghadapi perselisihan keluarga. Akibatnya, perusahaan terpaksa menutup pintunya pada tahun 2023.

Apa pelajaran yang bisa dipetik?

Ada beberapa pelajaran yang bisa kita petik dari kasus jaringan toko buku Gunung Agung.
  1. Pentingnya beradaptasi dengan perubahan. Industri penerbitan terus berubah, dan bisnis harus mampu beradaptasi dengan perubahan ini untuk bertahan hidup. Gunung Agung lambat beradaptasi dengan peralihan ke penerbitan digital, dan ini menyebabkan kejatuhannya.

  2. Pentingnya stabilitas keuangan. Bisnis harus stabil secara finansial untuk bertahan hidup. Gunung Agung sedang berjuang untuk membayar utangnya, dan ini membuat perusahaan sulit bersaing dengan para pesaingnya.

  3. Pentingnya keharmonisan keluarga. Perselisihan keluarga dapat merusak bisnis. Gunung Agung dimiliki oleh keluarga Tjio, dan ada ketidaksepakatan antara anggota keluarga yang berbeda mengenai masa depan perusahaan. Hal ini menyebabkan kurangnya arahan dan penurunan semangat di antara karyawan.

Dengan belajar dari kasus jaringan toko buku Gunung Agung, pelaku bisnis dapat menghindari kesalahan yang sama dan dapat meningkatkan peluang mereka untuk bertahan.



Dapatkan Informasi Lainnya di Google News
Tonggak Sejarah dan Akhir Perjalanan Toko Buku Gunung Agung di 2023 Tonggak Sejarah dan Akhir Perjalanan Toko Buku Gunung Agung di 2023 Reviewed by admin on May 23, 2023 Rating: 5

No comments:

sponsorship

Powered by Blogger.